Kita akan membahas satu masalah yang belakangan ini sedang hangat diperbincangkan banyak orang, khususnya para orang tua yang memiliki balita. Ya, sebenarnya apakah stunting itu? Menurut WHO, stunting adalah gangguan tumbuh kembang anak yang ditandai dengan tubuh pendek, disebabkan kekurangan asupan gizi, terserang infeksi, maupun stimulasi yang tidak memadai. Sedangkan menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0-59 bulan dengan tinggi badan di bawah minus 2 stunting berat dan sedang, serta minus 3 stunting kronis. Hal ini diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO.
Bagaimana angka kejadian stunting di Indonesia? Prevalensi stunting di Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan status gizi pada tahun 2016, mencapai 27,5%. Padahal, menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20%. Artinya, secara nasional, masalah stunting di Indonesia tergolong kronis. Terlebih lagi, di 14 provinsi, prevalensinya melebihi angka nasional.
Kemudian, dampak apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh stunting? Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak dengan dampak jangka panjang, berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar, dan risiko serangan penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, hingga obesitas.
Lalu, faktor apa saja yang dapat meningkatkan risiko terjadinya stunting? Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih detail, beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya stunting sebagai berikut:
- Praktik pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.
- Masih belum optimalnya pemberian air susu ibu secara eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan, dan makanan pendamping ASI (MPASI) pada bayi usia 6-24 bulan. MPASI tidak hanya berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, tetapi juga mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis terhadap makanan dan minuman.
- Masih belum optimalnya akses layanan kesehatan, termasuk antenatal care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), posnatal care (pelayanan kesehatan untuk ibu setelah bersalin). Ibu hamil harus rutin memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan agar bisa memantau perkembangan janinnya. Begitu pula, ibu pasca melahirkan dengan rutin melakukan pemeriksaan pada masa nifas akan meningkatkan pemahaman ibu tentang perawatan bayi yang baik.
- Masih kurangnya akses rumah tangga atau keluarga terhadap makanan bergizi. Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal. Menurut beberapa sumber, komoditas makanan di Jakarta lebih mahal dibandingkan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada satu dari tiga ibu hamil yang mengalami anemia.
- Kurangnya akses air bersih dan sanitasi. Sumber air minum yang layak meliputi air ledeng, keran umum, hydran umum, terminal air, penampungan air hujan atau mata air, dan sumur terlindung (sumur bor atau pompa yang jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan kotoran, penampungan limbah, dan pembuangan sampah). Tidak termasuk air kemasan, air dari penjual keliling, air yang dijual melalui tangki, air sumur, dan mata air yang tidak terlindung.
- Sering menderita infeksi di awal kehidupan anak. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh hygiene dan sanitasi yang buruk, misalnya diare dan cacingan, dapat mengganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan berat badan bayi turun jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak disertai dengan pemberian asupan yang cukup untuk proses penyembuhan, maka dapat mengakibatkan stunting.
Lalu, seperti apa ciri-ciri anak yang mengalami stunting? Satu, anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya. Dua, proporsi tubuh cenderung normal, tetapi anak tampak lebih muda atau kecil untuk usianya. Tiga, berat badan rendah untuk anak seusianya. Empat, pertumbuhan tulang tertunda.
Namun, jangan khawatir, stunting dapat dicegah, terutama dengan mengoptimalkan massa 1000 hari pertama kehidupan. Stunting umumnya diakibatkan oleh kurangnya asupan nutrisi pada 1000 hari pertama anak. Hitungan 1000 hari di sini dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun. Jadi, gizi pada masa 1000 hari pertama kehidupan anak sangat penting untuk mencegah stunting. Oleh karena itu, orang tua harus bisa memberikan asupan nutrisi yang sesuai.
Selain itu, ada cara apalagi? Yuk, simak penjelasan ini:
- Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil. Tindakan yang relatif ampuh dilakukan untuk mencegah stunting pada anak adalah selalu memenuhi gizi sejak masa kehamilan. Ibu yang sedang mengandung disarankan selalu mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, maupun suplemen atas anjuran dokter. Selain itu, ibu yang sedang menjalani proses kehamilan sebaiknya rutin memeriksakan kesehatannya ke dokter atau bidan.
- Memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan. Masih ternyata berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak, berkat kandungan gizi mikro dan makro. Oleh karena itu, ibu disarankan tetap memberikan ASI eksklusif sampai 6 bulan kepada sang Buah Hati. Protein W dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi yang terbilang rentan.
- Memberikan MPASI sehat dengan tetap melanjutkan ASI hingga usia 2 tahun. Ketika bayi menginjak usia 6 bulan ke atas, maka ibu sudah bisa memberikan makanan pendamping atau MPASI. Dalam hal ini, pastikan makanan yang dipilih bisa memenuhi gizi mikro dan makro yang sebelumnya selalu berasal dari ASI. Untuk mencegah stunting, WHO pun merekomendasikan sertifikasi atau penambahan nutrisi ke dalam makanan. Di sisi lain, sebaiknya ibu berhati-hati saat akan menentukan produk tambahan tersebut. Konsultasikan dulu ke dokter.
- Terus memantau tumbuh kembang anak. Orang tua perlu terus memantau tumbuh kembang anak mereka, terutama dari tinggi dan berat badan anak, bawah si kecil, secara berkala ke Posyandu maupun klinik khusus anak. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi ibu untuk mengetahui gejala awal gangguan dan penanganannya.
- Selalu jaga kebersihan lingkungan. Seperti yang diketahui, anak-anak sangat rentan akan serangan penyakit, terutama jika lingkungan di sekitar mereka kotor. Faktor ini pula yang secara tidak langsung meningkatkan peluang stunting.
Nah, sekarang lebih paham tentang stuntingkan? Karena itu, yuk kita sama-sama cegah stunting dengan mengoptimalkan 1000 hari pertama kehidupan.